I L F (I Love Friday) ^_^

Sabtu, November 02, 2013 Pertiwi Soraya 0 Comments

Akhirnya rindu ini datang juga. Setelah hampir sebulan tak menulis. Kali ini temanya adalah seputar suasana hati atau mungkin lebih pas jika disandingkan dengan kata “MOOD”.


Tak tahu mengapa, hari ini suasana hati lebih mendominasi dari pada logika. 
Biasanya saya adalah orang yang terorganisir dan tak bakalan keluar dari rencana awal. Tapi tidak untuk hari ini. Bukan berarti hari ini tidak ada rencana, hanya saja rencana  awal tidak berjalan sesuai prosedur. Dan biasanya ini akan membuat saya frustrasi karena harus memikirkan rencana cadangan. Namun hari ini, bukannya merasa tertekan, malah sepertinya tak mau ambil pusing. Entah suara dari mana yang membisikkan untuk santai saja. Dan parahnya saya mengikutinya. Akhirnya tak ada persiapan untuk mengajar. Padahal saya punya tiga kelas hari ini. Hanya lima menit sebelum kelas dimulai barulah saya intip apa topik hari ini, dan mulai berpikir aktivitas apa yang akan dilakukan. Tapi anehnya, kelas hari ini berjalan diluar dugaan. Dalam arti yang positif tentunya. Dan perasaan bahagia itu yang perlu.

Nah,malam ini, dalam perjalanan pulang tiba-tiba saja kepingin makan gorengan. Akhirnya setelah turun dari boncengan, saya pun mulai menelusuri badan jalan HM. Yamin, Serdang. Tujuannya adalah penjual gorengan yang jaraknya sekitar 100m dari gang kos saya. Namun, bukannya penjual gorengan yang saya temui, tapi penjual makanan laut antri di area tersebut. Sepertinya gagal keinginan saya malam ini untuk menyantap gorengan hangat. Balik kanan grak.

Tak putus asa, saya mencoba berbelok ke Sentosa Baru. Di sana ramai para pebisnis kuliner malam. Lirik kanan-kiri, tak satupun tampak penjual gorengan. Hingga sampailah saya di ujung jalan, di mana tak ada lagi tanda-tanda penjual makanan. Dan keinginan makan gorengan malam ini pun akhirnya resmi gagal. Saya pun berbelok arah. Pulang. Jadilah malam ini saya berkeliling-keliling Sentosa Baru. Jalan-jalan malam dalam arti yang sebenarnya. Jalan kaki malam hari.

Ketika menyusuri jalan pulang, teringat bakal melewati toko grosir di pintu gang. Dan yang terbersit pertama kali adalah cokelat. Dan akhirnya diputuskan saat itu juga, cokelatlah pilihan terakhirnya. Sesampainya di toko tersebut, saya pun disambut hangat oleh pemilik toko. Ini kedua kalinya saya ke sana. Aneh. Kesan pertama mengenai Ibu pemilik toko ini kurang mengenakkan. Ia begitu dingin dan judes banget. Tapi kali ini dia ramah sekali. Mungkin karena hanya ada saya saja pelanggannya malam ini. Dia mengajak ngobrol saat saya asik memillah-milih sang cokelat.

“Iya,Buk. Gak ada yang jual gorengan di Serdang ini”

“Namanya udah malam, Dek”

Dan akhirnya saya memilih Chocolatos untuk dibawa pulang. Inilah salah satu penyakit kalau sudah masuk toko grosir. Yang mau dibeli satu macam yang dibawa pulang bermacam-macam. Banyak sekali kata mendadak kepingin ini dan itu. Akhirnya saya membawa pulang cokelat, beberapa telur dan mi instan.
Ketika sedang asik memilh mi instan, seorang pelanggan datang dan menanyakan pada saya di imana pemilik toko itu. Ketika itu sang ibu sdang mengambilkan telur yang saya minta di belakang.

“Yang punya mana ya?”

“Oh,lagi di belakang, Pak.” Jawab saya sambil menoleh pada si pelanggan.

“Pak? Masak awak dipanggil Bapak?” Balasnya cepat.

Saya tersentak. Spontan kali ini melihat wajahnya.

“Eh,maaf. Tadi enggak lihat”

Mau bagaimana lagi, sudah kebiasaan. Tapi aneh juga sih. Bagi saya dipanggil “Pak” itu seharusnya merasa lebih dihormati ketimbang dipanggil “Bang”. Karena awalnya tidak terlalu memperhatikan, yang tertangkap hanya cara berpakaiannya yang saya kira cukup rapi seperti orang kantoran. Awalnya saya kira ia adalah guru atau PNS. Makanya secara spontan kata “Pak” terucap.

Tak lama kemudian, ibu pemilik toko kembali. Ia menyapa si pelanggan tersebut dengan ramah. Dari cara mereka berkomunikasi, tahulah saya ia kenal baik dengan pelanggan tersebut. Si pelanggan tadi kembali menyebutkan tragedi “Pak” yang baru saja menimpanya. Kemudian ia juga bertanya di mana saya tinggal. Setelah saya jelaskan bahwa saya tinggal di gang tersebut, ia bilang untuk selalu mengunci pintu pagar. Wow, ternyata daerah ini rawan maling. Dari percakapannya dengansi ibu pemilik toko, saya simpulkan ia mungkin adalah penjaga keamanan daerah ini, terutama gang tempat saya tinggal. Akhirnya saya pun pamit. Dan lagi saya diperingatkan untuk selalu waspada dan mengunci pagar. Setelah berterimakasih, saya pun meniggalkan toko itu. Kata “Bang” sedikit saya tekankan.

Sesampainya di depan pagar, ternyata terkunci. Dan kelihatannya para adik-adik kos sedang tidak ada malam ini. Kunci pagar kami hanya ada satu. Jika kami semua pergi, kami biasa menitipkannya pada Kak Nurul. Ia seperti ibu kos kami. Berarti kunci ada pada Kak Nurul. Pikir saya.

Dan saya pun kembali menyusuri sekitar tiga rumah yang telah dilewati. Ternyata kunci tidak ada pada Kak Nurul. Dan saya pun kembali lagi. Tetangga yang saya lewati mungkin bosan melihat saya bagai setrika. Di depan pagar, salam diucapkan, namun tak ada balasan. Pilihan terakhir, telpon. Panggilan tersambung. Di seberang sana Daya mengucapkan salam. Ternyata ia pulang kampung. Lalu kuncinya? Belum sempat kalimat saya selesai,  pintu depan terbuka. Ira menyodorkan kunci. Alhamdulillah.

Sebelum masuk, saya melihat ke langit. Sebuah cahaya berkelap-kelip di atas sana. Cahaya lampu pesawat terbang. Tak jauh di sebelahnya sebuah cahaya terlihat. Bintang. Semenjak pindah ke sini, inilah kali pertama bintang terlihat jelas. Biasanya hanya awan merah jambu yang terlihat akibat polusi cahaya.

Subhanallah. What a wonderful Friday I have today.^_^

You Might Also Like

0 comments:

Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan Jejak ya ^_^