Jangan Marah

Rabu, Mei 23, 2012 Pertiwi Soraya 0 Comments


Adakah di dunia ini manusia yang tak pernah marah? Jawabannya tentu tidak karena marah adalah salah satu sifat alami manusia. Marah menunjukkan bahwa seora
ng manusia sedang menjalani kehidupannya. Dengan mengeluarkan emosi kemarahan sering kali dapat membuat perasaan menjadi lebih plong, dari pada jika dipendam yang membuat perasaan tertekan dan menyesakkan dada. Namun, haruskah kita mengumbar rasa marah? Dan bagaimanakah marah dalam Islam?
Rasulullah Saw bersabda, ”Hindarilah kemarahan, karena ia merupakan bara yang dinyalakan di dalam hati anak Adam. Tidakkah kalian melihat ketika salah seorang di antara kalian marah, kedua matanya memerah dan urat lehernya mengencang. Apabila salah seorang di antara kalian marah, hendaklah dia berbaring atau merebahkan diri ke tanah.”(HR. Imam Nawawi).
Dalam hadis di atas, marah diibaratkan sebagai ”bara”. Bara jika ditiup angin, mampu melalap gelondongan kayu di dekatnya hingga menjadi arang bahkan abu. Maksudnya, rasa marah yang jika dibiarkan meluap-luap malah akan membakar kita, sang pemilik emosi hingga kehilangan kontrol diri, tak lagi sadar akan apa yang kita ucapkan dan lakukan, karena yang kita ingat hanyalah memuntahkan emosi sejadi-jadinya. Dan semuanya telah terlambat ketika kita menyadari apa yg baru saja dilakukan. Tidak hanya berapa banyak barang yang berserakan di sana-sini, sebagian bahkan pecah, namun juga berapa banyak hati yang tersakiti akibat ucapan yang dilontarkan, belum lagi rasa bersalah yang menghampiri diri kita.
Ketika kita marah, ratusan bahkan ribuan urat saraf kita putus, terutama saraf di bagian wajah. Setiap saraf di tubuh kita memiliki fungsinya masing-masing sebagai penyampai informasi. Satu saraf saja tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi kinerja bagian yang lainnya. Hal ini tentunya berpengaruh pada kinerja otak, dan tubuh kita. Menjadi cepat lupa dan kordinasi otak dan tubuh terganggu. Bayangkan akibatnya jika kita sering marah bahkan ”hobi” sekali marah. Dan bayangkan apa yang terjadi dengan wujud wajah kita yang sarafnya sering sekali berputusan. Kerut sana kerut sini. Pantas saja ada ungkapan ”marah cepat tua”.
Menghindari kemarahan memanglah tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Perlu latihan kontinu dan kesabaran yang tak berujung. Saya terinspirasi dari seorang teman yang selama saya mengenalnya, belum pernah sekali pun saya melihatnya marah bahkan menunjukkan gejala marah sekalipun. Pernah sekali saya sengaja melakukan suatu hal untuk membuatnya marah, namun ia hanya tersenyum dan gagallah membuatnya marah.
Luqman berkata kepada anaknya, ”Apabila kamu menjadikan seseorang sebagai saudara, maka buatlah dia marah. Apabila dia dapat menahan kemarahannya, maka jadikanlah dia sebagai saudara. Jika tidak, maka hati-hatilah terhadapnya.” Dalam suatu riwayat Amr bin Ash berkata:” Aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang sesuatu yang dapat menjauhkanku dari kemarahan Allah Ta’ala. Beliau bersabda: ’Jangan marah’
Pada hadis yang lain diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw: ”Berwaasiatlah kepadaku.” Rasulullah Saw bersabda: ”Jangan Marah.” Beliau mengulanginya hingga beberapa kali seraya bersabda: ”Jangan marah.” (HR Al-Bukhari).
Orang yang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan nafsu amarahnya. (HR. Buhkari dan Muslim)
Begitu pentingnya untuk menahan amarah sehingga kita terjauh dari amarah Sang Pencipta, begitu pentingnya menahan marah hingga Rasulullah mengulang sabdanya untuk jangan marah beberapa kali. Begitu mulianya menaklukkan amarah hingga orang yang mampu menahan nafsu amarahnya digelari sebagai orang yang terkuat di dunia.
Sering kali kita terjerat pada hal-hal kecil yang menyulut bara amarah. Lalu bagaimanakah agar kita terhindar dari rasa marah? Berikut ada beberapa kiat yang dapat kita amalkan untuk menahan marah.
Memaafkan. Dalam surah Al-A’Raf: 199, Allah Swt. berfirman, ”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
Pikirkan lagi. Pantaskah kita marah akan hal-hal yang terjadi, karena tak jarang kita lebih mengedepankan emosi dari pada logika akan pantas atau tidaknya sesuatu untuk diperlakukan dengan ”marah”.
Possitive thinking. Cobalah untuk memahami sikap orang lain atau tempatkanlah diri kita sebagai orang lain dalam situasi yang sama. Bukan tidak mungkin kita akan melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan.
Tersenyum. Bercerminlah saat kita marah dan lihatlah bagaimana mengerikannya rupa yang terpantul di cermin. Cobalah untuk tersenyum lalu lihat dan rasakanlah bedanya.
Diam dan dengarkan. Mendengarkan kadang lebih efektif dari pada berbicara dan meluapkan perasaan kesal. Isa a.s berkata kepada Yahya bin Zakariya a.s:”Aku akan mengajarimu sebuah ilmu yang bermanfaat, yaitu jangan marah.” Yahya a.s berkata: ”Bagaimana mungkin aku tidak marah?” Isa a.s berkata: ”Apabila kepadamu dikatakan sesuatu yang memang ada padamu, maka katakanlah: ’Inilah dosa yang diingatkan kepadaku. Aku memohon ampun kepada Allah darinya. ’Dan apabila dikatakan sesuatu yang tidak ada padamu, maka memujilah kepada Allah, sebab Dia tidak menjadikan sesuatu yang dapat membuatmu dicela. Itulah kebaikan yang diberikan kepadamu.”
Membaca Taawauz. Karena pada orang-rang yang marah, setan dekat dengannya. Maka berlindunglah kepada Allah Swt dari setan.
Ubah posisi. Jika kita marah dalam posisi berdiri maka duduklah, jika kemarahan tidak juga berkurang maka berbaringlah. Jika berbaring juga tidak mampu meredakan amarah, maka berwudhu dan sholatlah. Rasulullah kerap kali shalat dua raka’at untuk menenangkan hati. Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw bersabda, ”Sesungguhnya marah itu berasal dari setan. Setan diciptakan dari api. Yang dapat memadamkan api adalah air. Karena itu apabila salah seorang diamtara kalian marah, hendaklah berwudhu.”
Ungkapkan dengan tulisan. Dari pada menumpahkan dengan deretan kata-kata minim bermanfaat dan kaya mudharat, lebih baik menumpahkannya dalam tulisan. Selain malah mengasah kemampuan menulis kita, tulisan yang dihasilkan juga bisa menjadi refleksi bagi kita.
Insyaallah kiat-kiat di atas dapat membantu dalam memanajemen amarah kita, sehingga kita paling tidak dapat untuk menunda kemarahan, lebih bagus lagi jika kita bisa memaafkan. Ingatlah bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang melambatkan marah dan mempercepat keridhaan. Dan sejelek-jeleknya orang adalah orang yang mempercepat amarah dan memperlambat keridhaan (HR.Ahmad dari Abu Said Al Khidri). Wallahu’a’lam bi shawab.

Penulis adalah tenaga pengajar MAN 1 Medan dan aktif di FLP-Sumut


Diterbitkan di Harian Analisa, Mimbar Islam, Jumat 11 Mei 2012

You Might Also Like

0 comments:

Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan Jejak ya ^_^