Pada Suatu Masa Hiduplah Seorang Gadis Bernama Aisyah

Rabu, Juni 13, 2012 Pertiwi Soraya 0 Comments

Pada suatu masa hiduplah seorang gadis bernama Aisyah. Di masa itu manusia telah mengenal api,
listrik, komputer, internet, bahkan smart phone. Saat itu Aisyah tengah berada di akhir semester enam, di satu institute negri khusus agama Islam terkenal di Sumatera Utara. Sekitar dua bulan menjelang praktek pengalaman lapangan, atau nama kerennya PPL.
          Pada suatu hari di masa itu, Aisyah tergiur untuk ikut memasak bersama kedua kakak kos di kos-kosannya. Singkat cerita, Aisyah ”nebeng” menu makan siang hari itu. Jadilah Ia kebagian tugas belanja bahan-bahan setelah sebelumnya ”dibontoti” sejumlah daftar bahan yang harus dibeli. Setengah jam kemudian Ia kembali bersama sekating belanjaan. Dan adegan memasak pun dimulai.
          Aisyah bersikeras untuk membantu, meskipun kedua kakak kosnya yang terkenal baik hati menintanya untuk melihat dan duduk manis saja. Hampir saja Ia menangis. Untung kakak-kakaknya cepat tanggap, dan langsung mengijinkannya membantu. Mengingat kebiasaan tak sehat Aisyah jika menangis. Aisyah biasanya menangis sambil menggelepar-gelepar di lantai seperti ayam yang baru di sembelih lehernya. Syukur dapur kosnya sudah bersemen. Kalau masih tanah, pujangga manapun pasti tak kan tega mendeskripsikannya.
          Menu makan siang yang akan dimasak adalah tumis kangkung dan serundeng udang. Salah satu alasan Aisyah ”nebeng” adalah karena menunya. Sejak Ia pindah ke kos-kosan itu setahun yang lalu, Ia benar-benar kesengsem sama dua menu ini. Padahal sejak kecil Ia paling tidak suka kangkung dan anti sama udang. Namun, setelah dipaksa untuk mencicipi masakan buatan ”Kakak Pertama” (julukan untuk kakak kosnya yang bisa dikatakan paling berpengaruh di kosnya. Bahkan sampai radius 40 meter dari kosnya pun masih berpengaruh), Ia tak bisa berhenti. Bahkan Ia belum puas kalau isi rice cooker belum licin dibuatnya.
          Kembali lagi ke ”dan adegan memasak pun dimulai”. Karena Aisyah pernah beberapa kali membantu ibunya memasak – setidaknya begitu pengakuannya – dan menggoreng bukanlah hal yang sulit baginya –pun pengakuannya juga –, Ia menyembah-nyembah agar bagian cuci-mencuci dan goreng-menggoreng dikerjakan olehnya. Dan lagi-lagi kedua kakaknya mengijinkan.
          Untuk bahan tumis kangkung sedikitnya diperlukan udang halus goreng, cabai, bawang, tomat, terasi, garam dan kangkung pastinya. Sedangkan untuk membuat serundeng udang diantaranya diperlukan bumbu serundeng yaitu cabai, bawang, jahe, daun salam, dan garam (yang hanya Kakak pertama yang tahu takarannya), lalu kelapa parut dan tidak lupa udang.
          Kebetulan menu pertama yang dimasak adalah tumis kangkung. Dan Aisyah bersemangat sekali menggoreng udang dan juga terasinya. Setelah selesai dengan penggorengan, selanjutnya bagian Kakak Pertama untuk menggiling dan meracik bumbunya. Soal giling-menggiling dengan lesung batu, Kakak Pertama memang tiada bandingnya di kos itu. Selesai berkutat dengan batu gilingan, mulailah semua bumbu dan bahan-bahan diracik langsung di atas api. Tentunya di atas api ada kualinya. Harum tumisan kangkung itupun menusuk-nusuk hidung ketika kakak-beradik tak sedarah itu. Hingga akhirnya tumis kangkung  itu pun masak dan siap dihidangkan.
Kakak Kedua – julukan untuk kakak kos yang juga tak kalah berpengaruh dikosnya. Hanya saja tidak diikuti sampai radius 40 meter, karena kakak yang satu ini punya pita suara yang lebih tipis dari kakak pertama – dipersilahkan mencicipi oleh kakak pertama. Rasanya luar biasa. Aisyah dan kakak pertama pun ikut pula. Tengah hanyut dalam sensasi rasa yang menerbitkan liur, tiba-tiba Aisyah bertanya dengan lugunya,
”Kak, Kalau menggoreng udang halus, dicuci dulu ya?”
Kedua kakak bersitatap. Satu detik, dua detik. Lalu berbarengan menatap sepiring tumis kangkung di hadapan mereka. Sedetik, dua detik. Dan mereka pun bersitatap lagi. Sedetik. Kali ini bersamaan memutarkan tubuh mereka menghadap Aisyah. Yang ditatap bingung. Sedangkan yang menatap meminta kepastian akan tebakan di otak mereka. Aisyah dengan ekspresinya yang tetap lugu akhirnya membuka mulutnya lagi dan mulai meluncurkan kata-katanya.
”Awak pikir langsung aja, Kak”
          ”Hah?!” Sontak kedua tubuh kakak itu menegang. Dan seketika itu juga langsung melemas. Pasrah. Hanya terdengar suara yang tak mungkin dikatakan tawa bahagia. Di luar sana, tetes-tetes air liur merembes deras dari sela-sela gigi kucing.
          Sepiring tumis kangkung itu pun diamankan untuk makan siang. Yang sudah ya sudahlah. Apa hendak dikata, kangkung sudah menjadi tumis kangkung. Dan acara cicip-menyicip pun selesai. Acara selanjutnya pun berlanjut ke studio dua. Serundeng udang. Kali ini dipastikan benar-benar oleh Kakak Kedua bahwa udang basah itu dicuci bersih oleh Aisyah. Juga bahan bahan lainnya. Dan seperti biasa, Kakak Pertama langsung mengambil alih adegan yang memerlukan adu akting nya dengan si batu gilingan.
          Selesai dengan si batu gilingan, dilanjutkan dengan scene meracik bumbu di atas api. Kali ini juga tetap pakai kuali. Harum bumbu yang ditumis bersama udang benar-benar menguras liur cacing-cacing di perut masing-masing.
Tahap selanjutnya adalah mencapurkan kelapa parut dan mengeringkan masakan sampai tak berkuah sedikitpun. Dan Kakak Pertama pun mulai memberikan titahnya pada Aisyah.
          ”Dek, tolong ambilin kelapanya. Kakak males berdiri nih.”
          Dengan senang hati Aisyah bangkit dari duduknya dan mengambil bungkusan kelapa parut di atas meja. Namun, bukannya memberikannya pada Kaka Pertama, Ia malah langsung ke kamar mandi bersama bungkusan itu. Kakak Pertama dan Kedua bingung. Belum sempat lagi Kakak Kedua membuka mulutnya, bermaksud menanyakan apa mengapa Ia masuk ke sana, Aisyah muncul lagi di ambang pintu kamar mandi. Wajahnya boleh lugu, tapi pertanyaannya sungguh tak terduga.
          ”Kak, cara nyuci kelapanya gimana?”
          Kontan saja kedua kakak terbahak-bahak menahan sakit perut. Aisyah bingung melihat kakak-kakaknya tak mampu berhenti tertawa. Apa Ia terlalu bodoh sampai tak tahu cara mencuci kelapa. Pikirnya. Tak habis akal, Ia pun bertanya lagi.
          ”Nyucinya pakai saringan ya, Kak?”
Kedua kakaknya pun makin terbahak-bahak. Kedua tangan mereka memengang perutnya yang hampir keram karena tertawa.

You Might Also Like

0 comments:

Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan Jejak ya ^_^