Pada Suatu Masa Hiduplah Seorang Gadis Bernama Aisyah
Pada suatu masa hiduplah seorang gadis bernama Aisyah. Di
masa itu manusia telah mengenal api,
listrik, komputer, internet, bahkan smart phone. Saat itu Aisyah tengah berada di akhir semester enam,
di satu institute negri khusus agama Islam terkenal di Sumatera Utara. Sekitar
dua bulan menjelang praktek pengalaman lapangan, atau nama kerennya PPL.
Pada suatu
hari di masa itu, Aisyah tergiur untuk ikut memasak bersama kedua kakak kos di
kos-kosannya. Singkat cerita, Aisyah ”nebeng” menu makan siang hari itu.
Jadilah Ia kebagian tugas belanja bahan-bahan setelah sebelumnya ”dibontoti”
sejumlah daftar bahan yang harus dibeli. Setengah jam kemudian Ia kembali
bersama sekating belanjaan. Dan adegan memasak pun dimulai.
Aisyah
bersikeras untuk membantu, meskipun kedua kakak kosnya yang terkenal baik hati menintanya
untuk melihat dan duduk manis saja. Hampir saja Ia menangis. Untung
kakak-kakaknya cepat tanggap, dan langsung mengijinkannya membantu. Mengingat
kebiasaan tak sehat Aisyah jika menangis. Aisyah biasanya menangis sambil
menggelepar-gelepar di lantai seperti ayam yang baru di sembelih lehernya.
Syukur dapur kosnya sudah bersemen. Kalau masih tanah, pujangga manapun pasti
tak kan tega mendeskripsikannya.
Menu makan
siang yang akan dimasak adalah tumis kangkung dan serundeng udang. Salah satu
alasan Aisyah ”nebeng” adalah karena menunya. Sejak Ia pindah ke kos-kosan itu
setahun yang lalu, Ia benar-benar kesengsem
sama dua menu ini. Padahal sejak kecil Ia paling tidak suka kangkung dan anti
sama udang. Namun, setelah dipaksa untuk mencicipi masakan buatan ”Kakak Pertama”
(julukan untuk kakak kosnya yang bisa dikatakan paling berpengaruh di kosnya.
Bahkan sampai radius 40 meter dari kosnya pun masih berpengaruh), Ia tak bisa
berhenti. Bahkan Ia belum puas kalau isi rice
cooker belum licin dibuatnya.
Kembali
lagi ke ”dan adegan memasak pun dimulai”. Karena Aisyah pernah beberapa kali
membantu ibunya memasak – setidaknya begitu pengakuannya – dan menggoreng
bukanlah hal yang sulit baginya –pun pengakuannya juga –, Ia menyembah-nyembah
agar bagian cuci-mencuci dan goreng-menggoreng dikerjakan olehnya. Dan
lagi-lagi kedua kakaknya mengijinkan.
Untuk bahan
tumis kangkung sedikitnya diperlukan udang halus goreng, cabai, bawang, tomat,
terasi, garam dan kangkung pastinya. Sedangkan untuk membuat serundeng udang
diantaranya diperlukan bumbu serundeng yaitu cabai, bawang, jahe, daun salam,
dan garam (yang hanya Kakak pertama yang tahu takarannya), lalu kelapa parut
dan tidak lupa udang.
Kebetulan
menu pertama yang dimasak adalah tumis kangkung. Dan Aisyah bersemangat sekali
menggoreng udang dan juga terasinya. Setelah selesai dengan penggorengan,
selanjutnya bagian Kakak Pertama untuk menggiling dan meracik bumbunya. Soal
giling-menggiling dengan lesung batu, Kakak Pertama memang tiada bandingnya di
kos itu. Selesai berkutat dengan batu gilingan, mulailah semua bumbu dan bahan-bahan
diracik langsung di atas api. Tentunya di atas api ada kualinya. Harum tumisan
kangkung itupun menusuk-nusuk hidung ketika kakak-beradik tak sedarah itu. Hingga
akhirnya tumis kangkung itu pun masak
dan siap dihidangkan.
Kakak Kedua – julukan untuk kakak kos yang juga tak kalah
berpengaruh dikosnya. Hanya saja tidak diikuti sampai radius 40 meter, karena
kakak yang satu ini punya pita suara yang lebih tipis dari kakak pertama – dipersilahkan
mencicipi oleh kakak pertama. Rasanya luar biasa. Aisyah dan kakak pertama pun
ikut pula. Tengah hanyut dalam sensasi rasa yang menerbitkan liur, tiba-tiba
Aisyah bertanya dengan lugunya,
”Kak, Kalau menggoreng udang halus, dicuci dulu ya?”
Kedua kakak bersitatap. Satu detik, dua detik. Lalu
berbarengan menatap sepiring tumis kangkung di hadapan mereka. Sedetik, dua
detik. Dan mereka pun bersitatap lagi. Sedetik. Kali ini bersamaan memutarkan
tubuh mereka menghadap Aisyah. Yang ditatap bingung. Sedangkan yang menatap
meminta kepastian akan tebakan di otak mereka. Aisyah dengan ekspresinya yang
tetap lugu akhirnya membuka mulutnya lagi dan mulai meluncurkan kata-katanya.
”Awak pikir langsung aja, Kak”
”Hah?!” Sontak
kedua tubuh kakak itu menegang. Dan seketika itu juga langsung melemas. Pasrah.
Hanya terdengar suara yang tak mungkin dikatakan tawa bahagia. Di luar sana, tetes-tetes
air liur merembes deras dari sela-sela gigi kucing.
Sepiring
tumis kangkung itu pun diamankan untuk makan siang. Yang sudah ya sudahlah. Apa
hendak dikata, kangkung sudah menjadi tumis kangkung. Dan acara cicip-menyicip
pun selesai. Acara selanjutnya pun berlanjut ke studio dua. Serundeng udang.
Kali ini dipastikan benar-benar oleh Kakak Kedua bahwa udang basah itu dicuci
bersih oleh Aisyah. Juga bahan bahan lainnya. Dan seperti biasa, Kakak Pertama
langsung mengambil alih adegan yang memerlukan adu akting nya dengan si batu
gilingan.
Selesai
dengan si batu gilingan, dilanjutkan dengan scene
meracik bumbu di atas api. Kali ini juga tetap pakai kuali. Harum bumbu yang
ditumis bersama udang benar-benar menguras liur cacing-cacing di perut
masing-masing.
Tahap selanjutnya adalah mencapurkan kelapa parut dan
mengeringkan masakan sampai tak berkuah sedikitpun. Dan Kakak Pertama pun mulai
memberikan titahnya pada Aisyah.
”Dek,
tolong ambilin kelapanya. Kakak males berdiri nih.”
Dengan
senang hati Aisyah bangkit dari duduknya dan mengambil bungkusan kelapa parut
di atas meja. Namun, bukannya memberikannya pada Kaka Pertama, Ia malah
langsung ke kamar mandi bersama bungkusan itu. Kakak Pertama dan Kedua bingung.
Belum sempat lagi Kakak Kedua membuka mulutnya, bermaksud menanyakan apa
mengapa Ia masuk ke sana, Aisyah muncul lagi di ambang pintu kamar mandi. Wajahnya
boleh lugu, tapi pertanyaannya sungguh tak terduga.
”Kak, cara
nyuci kelapanya gimana?”
Kontan
saja kedua kakak terbahak-bahak menahan sakit perut. Aisyah bingung melihat
kakak-kakaknya tak mampu berhenti tertawa. Apa Ia terlalu bodoh sampai tak tahu
cara mencuci kelapa. Pikirnya. Tak habis akal, Ia pun bertanya lagi.
”Nyucinya
pakai saringan ya, Kak?”
Kedua kakaknya pun makin terbahak-bahak. Kedua tangan
mereka memengang perutnya yang hampir keram karena tertawa.
0 comments:
Terimakasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan Jejak ya ^_^